Pertamina Akan Kurangi Impor BBM

Penguasaan Blok Rokan oleh Pertamina akan memberikan keuntungan bagi negara. Foto : riauonline
Penguasaan Blok Rokan oleh Pertamina akan memberikan keuntungan bagi negara. Foto : riauonline

TROPIS.CO, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) optimis mampu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan diberikannya hak pengelolaan Blok Rokan oleh Pemerintah.

Blok yang berlokasi di Riau tersebut ditenggarai bisa meningkatkan produksi hulu perusahaan, sehingga menekan impor dan menghemat devisa hingga miliaran dolar AS pertahun.

Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebutkan, keuntungan lainnya dengan diberikan hak pengelolan blok Rokan ialah bisa menurunkan biaya sektor hilir untuk jangka panjang.

“Dengan meningkatkan produksi blok Rokan, Pertamina bisa menghemat devisa sampai US$4 milliar dolar per tahun,” ungkapnya di Jakarta pada Rabu (1/8/2018).

Selain itu, demi mempertahankan produksi, Pertamina dalam proposalnya juga menyampaikan akan memanfaatakn teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) yang juga telah diterapkan di lapangan-lapangan migas Pertamina.

Teknologi ini telah diterapkan di Rantau, Jirak, Tanjung yang dikelola Pertamina EP, termasuk dengan penerapan steamflood yang telah dilakukan dan berhasil di lapangan PHE Siak.

Lebih jauh diakui Nicke bahwa dalam beberapa tahun terakhir produksi blok Rokan cenderung menurun. Apalagi blok ini sudah berusia 94 tahun.

Sementara di sisi lain perusahaaan berharap produksi Blok Rokan ditingkatkan. Untuk menjaga dan meningkatkan produksi Pertamina akan mengeksplorasi lagi ribuan titik.

“Sekitar 7.000 titik baru yang akan dicari di blok Rokan,” ungkap Nicke.

Risiko yang perlu diantisipasi perusahaan migas tersebut ialah risiko pengelolaan serta risiko pendanaan.

Terkait itu hingga 2020 perusahaan masih membuka kemungkinan untuk berpatner dengan perusahaan lain.

Apalagi investasi yang harus dikeluarkan Pertamina di blok Rokan mencapai Rp70 triliun.

Pemerintah telah membuat keputusan untuk memberikan Blok Rokan ke Pertamina dan sebelumnya 12 blok lainnya juga telah diberikan ke Pertamina.

Blok Rokan dikenal sebagai salah satu blok terbesar di Asia Tenggara dengan rata-rata produksi sekitar seperempat dari produksi minyak nasional atau sekitar 200.000-an barel per hari.

Blok Rokan merupakan ladang minyak dengan cadangan paling besar yang pernah ditemukan di Indonesia, saat ini Blok Rokan menyumbang 26 persen dari total produksi nasional.

Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan yang mana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik, yaitu Duri, Minas dan Bekasap.

Cadangan minyak yang dimiliki Blok Rokan mencapai 500 juta hingga 1,5 miliar barel oil equivalent tanpa Enhance Oil Recovery (EOR).

Setelah hampir 50 tahun dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), Blok Rokan akhirnya diserahkan ke PT Pertamina (Persero) tahun 2021 mendatang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan diberikannya hak pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan pertimbangan pertimbangan komersil.

Menurut Jonan, Pertamina ternyata mampu menawarkan pengelolaan blok Rokan yang lebih baik dibanding kontraktor eksisting.

“Hal itu mengindikasikan bahwa Pertamina masih bisa menjalankan kegiatan operasionalnya dengan baik,” kata Jonan.

Jonan mengatakan yang membuat Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mampu menjalankan tugas yang diberikan oleh pemerintah ialah karena Pertamina memiliki resources yang sangat besar, dengan pangsa pasar yang besar.

“Pertamina itu resourcesnya besar sekali, apa yang dia kerjakan itu dari segi market sharenya besar, tinggal caranya saja mengelola ini harus menyesuaikan dari waktu ke waktu,” tutur Jonan.

Wakil Menteri ESDM Acandra Tahar menambahkan, dari sisi komersial Pertamina dalam proposalnya mencantumkan signature bonus sebesar US$784 juta dolar atau sekitar Rp11,3 triliun, dan komitmen kerja pasti sebesar US$500 juta atau sekitar Rp7,2 triliun.

Pertamina juga menjamin potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan sebesar US$57 miliar dolar AS atau sekitar 825 triliun rupiah.

“Potensi pendapatan negara ini dapat menjadi pendapatan bangsa Indonesia,” pungkas Arcandra. (*)