Kelestarian Dalam Dilema Double Bind

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

TROPIS.CO – Dalam publikasi Garrett Hardin yang terkenal “The Tragedy of the Commons”, 50 tahun yang lalu, dibuat pertanyaan: “Jika kita minta seseorang yang sedang mengeksploitasi bentang alam sebagai barang milik bersama (atau yang dikuasai negara) harus berhenti atas nama hati nurani, apa yang akan dia dengar

Secara sadar atau tidak, orang itu akan merasa bahwa ia telah menerima dua komunikasi saling bertentangan.

PertamA, dari komunikasi langsung: “Jika anda menolak apa yang kami minta, kami akan secara terbuka mengutuk anda, karena tidak bertindak sebagai warga negara yang bertanggung jawab”.

Kedua, komunikasi dari dalam hatinya: “Jika anda menjalankan apa yang kami minta, kami akan dengan sekejap mencap anda sebagai orang bodoh, karena yang lain dengan mudahnya mengeksploitasi bentang alam itu”.

Setiap orang bisa terperangkap dalam apa yang disebut Gregory Bateson sebagai “ikatan ganda (double bind).”

Retorika yang digunakan pada kejadian semacam itu dirancang untuk menghasilkan perasaan bersalah pada orang yang tidak kooperatif.

Selama berabad-abad diasumsikan bahwa rasa bersalah adalah unsur yang berharga, bahkan mungkin sangat diperlukan, dari kehidupan yang beradab. Sekarang, kita mulai meragukannya. Di tengah-tengah keberadaban yang semakin renggang.

Ikatan ganda adalah komunikasi dilematis yang menyedihkan secara emosional, di mana seorang individu (atau kelompok) menerima dua atau lebih pesan yang bertentangan, dan satu pesan meniadakan yang lain.

Ini menciptakan situasi di mana respon yang berhasil terhadap satu pesan menghasilkan respons yang gagal untuk pesan yang lain, sehingga orang tersebut secara otomatis akan salah, terlepas dari respon apa yang dipilih.

Ikatan ganda terjadi ketika orang tersebut tidak dapat menghadapi dilema yang dihadapi, dan karena itu tidak dapat menyelesaikan atau memilih jalan keluar dari dilema itu.

Ikatan ganda sering digunakan sebagai bentuk *kontrol tanpa paksaan* secara terbuka. Yaitu penggunaan kebingungan yang membuat sasarannya, seseorang atau kelompok, sulit untuk menanggapi dan juga menolaknya.

Sebuah ikatan ganda umumnya mencakup tingkat abstraksi yang berbeda atas urutan pesan dan pesan-pesan itu dapat dinyatakan secara eksplisit atau implisit, atau dapat disampaikan dengan nada suara atau bahasa tubuh tertentu.

Komplikasi lebih lanjut muncul ketika ikatan ganda sering merupakan bagian dari hubungan terus menerus dari pemberi dan penerima pesan ikatan ganda itu.

Apabila bisa diperluas, hal itu terkait dengan perintah melaksanakan kegiatan sesuai peraturan tetapi akibatnya merugikan orang banyak atau negara atau peraturan bila dijalankan akan gagal secara teknis (misal menanam pohon di musim kemarau).

Atau bila bisa diperluas lagi: harus menghabiskan anggaran tetapi tidak berhubungan dengan pencapaian outcome.

Dalil Telah Usang?

Jika kelestarian hutan atau sumberdaya alam lainnya, pada tingkat unit manajemen, adalah suatu perintah setidaknya perintah undang-undang, mungkin bisa mengandung ikatan ganda itu.

Dalam tatakelola yang buruk (bad governance) kalimat Hardin di atas relevan dikutib sambil dimodifikasi: “Jika anda bertingkah laku seperti yang diminta undang-undang, kami akan dengan sekejap mencap anda sebagai orang bodoh, karena yang lain dengan mudah melanggarnya, dan akibatnya bisa berbisnis dengan ribuan persen keuntungan dari modalnya.”

Maka dengan mudah menduga, frame mengatur kelestarian hanya dari dalil mempertimbangkan jumlah produksi, keterimaan sosial dan dampak lingkungan belum cukup menjadi cara mewujudkan kelestarian itu sendiri.

Mungkin kita perlu berfikir ulang untuk memastikan syarat kecukupan terwujudnya kelestarian itu. Sebab, ketika perintah kelestarian tidak bisa ditolak, dan ikatan ganda berjalan bersama bad governance, ketidak-lestarian adalah pilihan paling rasional. Ini merugikan negara dan bukti di lapangan sudah sangat banyak.

Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor