Perlu Dibangun Industri Mobil Listrik di Indonesia

Kemenperin juga mendorong peningkatan kemampuan industri komponen dalam negeri, seperti memproduksi baterai untuk kendaraan listrik.
Kemenperin juga mendorong peningkatan kemampuan industri komponen dalam negeri, seperti memproduksi baterai untuk kendaraan listrik.

TROPIS.CO, JAKARTA – Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Harjanto mengatakan Indonesia perlu mempertimbangkan untuk membangun industri yang memproduksi kendaraan listrik.

Negeri ini tidak boleh hanya sebagai importir atau pengguna saja. Dengan dibangunnya industri akan banyak nilai tambah yang diperoleh, termasuk memperkuat struktur industri serta menopang pertumbuhan ekonomi nasional.

“Jadi, kalau kita tidak ingin hanya menjadi pengguna atau importir saja, maka perlu ada industrinya di sini,” ungkap Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin Harjanto saat mendampingi Menteri Perindustrian menerima kunjungan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Jakarta akhir pekan silam.

Saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.

Langkah strategis yang dilakukan, antara lain mengkaji arah kebijakan ke depan bersama pemangku kepentingan terkait untuk mendorong produksi kendaraan emisi karbon rendah (Low Carbon Emission Vehicle/LCEV) yang ramah lingkungan.

Harjanto menjelaskan, dalam pengembangan kendaraan listrik, perlu ada pentahapan yang dijalankan secara terpadu sebagaimana peta jalan pengembangan industri otomotif baik dalam hal penyiapan regulasi atau payung hukum, infrastruktur pendukung, dan teknologi.

“Selain itu, kesiapan untuk keberlanjutan industri, dampak lingkungan, dan dampak sosial,” katanya.

Oleh karena itu, Kemenperin berupaya menyinkronkan kebijakan pengembangan kendaraan bermotor nasional menjadi sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Dalam menuju revolusi industri 4.0 Kemenperin memacu industri otomotif agar mampu menjadi sektor unggulan untuk ekspor internal combustion engine (ICE) atau mesin pembakaran dalam dan electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik .

Harjanto juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur kendaraan listrik seperti charging station menjadi sangat penting.

“Jangan sampai ketika sudah bicara otomotif, ternyata infrastrukturnya belum siap. Jadi, kami berharap nanti masyarakat pakai kendaraan listrik dengan mudah dan nyaman,” ujarnya.

Kemenperin juga mendorong peningkatan kemampuan industri komponen dalam negeri, seperti memproduksi baterai untuk kendaraan listrik.

Upaya ini antara lain dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) serta penerapan standardisasi produknya.

Di sisi lain industri komponen baterai juga harus disiapkan karena menjadi core component dalam mobil listrik.

“Kemenperin tengah menyiapkan proyek percontohan battery sharing untuk kendaraan bermotor listrik roda dua di beberapa kota, seperti Bandung, Denpasar, dan akan menyusul Yogyakarta untuk penggunaan baterai yang bisa ditukar, seperti penggunaan tabung gas LPG pada kompor,” ungkap Harjanto.

Strategi lainnya untuk mendorong industri otomotif di Indonesia agar berinvestasi memproduksi kendaraan listrik, yakni melalui pemberian insentif.

Kemenperin telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan mengenai pemberian insentif terhadap pengembangan program LCEV, yang di dalamnya termasuk kendaraan listrik.

“Pada tahun 2025, kami menargetkan 20 persen dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia adalah kendaraan LCEV termasuk kendaraan listrik. Ini sesuai tren dunia. Jika permintaannya tinggi, targetnya kami bisa lebih dari itu,” paparnya.

Produksi Komponen

Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono menyampaikan, TMMIN berkomitmen mendukung pemerintah untuk membangun industri mobil listrik dalam negeri.

“Kami secara bertahap sudah menyiapkan produksi komponen utama yang dibutuhkan untuk membuat mobil listrik, seperti baterai, motor dan inverter,” sebutnya.

Warih melanjutkan, sebelum masuk ke tahap produksi massal, perlu pertimbangan cermat pada empat pilar utama, yaitu supply chain (rantai pasok meliputi semua aktivitas penyaluran barang produksi hingga ke konsumen), infrastruktur, konsumen dan regulasi pemerintah.

“Bagi TMMIN, keempat pilar tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus lebih dahulu diselesaikan dan itu tidak mudah serta tidak bisa dalam tempo yang singkat,” pungkas Warih. (*)