Pemerintah akan Kurangi Impor Produk Petrokimia

Lotte Chemecal kembangkan produk petrokimia di Indonesia,mengurangi produk impor.
Lotte Chemecal kembangkan produk petrokimia di Indonesia,mengurangi produk impor.

TROPIS.CO, JAKARTA – Pemerintah optimis bisa menekan impor produk petrokimia hingga 60 persen. Hal itu seiring dengan pembangunan pabrik oleh, perusahaan industri petrokimia asal Korea Selatan Lotte Chemical Titan untuk memproduksi nafta cracker.

Perusahaan tersebut akan melakukan peletakan batu pertama (ground breaking) untuk pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir tahun 2018.

Dengan nilai investasi yang rencananya mencapai US$3,5 miliar, pabrik ini diharapkan dapat mendukung pengurangan impor produk petrokimia.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, nafta cracker selaku bahan baku Petrokimia, Indonesia memang kurang sehingga masih impor.

“Tetapi setelah ini produksi, bisa disubstitusi. Bahkan, pabrik ini juga akan menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya. Jadi, kita tidak akan impor lagi,” ungkapnya di Jakarta akhir pekan kemarin.

Hal itu disampaikannya seusai mendampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pertemuan dengan Vice Chairman of Lotte Group Huh Soo Young beserta delegasinya di Kemenperin.

Proyek Lotte ini sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia yang tengah memprioritaskan akselerasi pertumbuhan industri petrokimia karena memenuhi kebutuhan produksi di banyak sektor hilir.

Sigit menjelaskan, saat ini Lotte masih menyelesaikan proses perizinan terkait pembebasan lahan, pembangunan pelabuhan, dan pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

“Tanah yang sudah tersedia sekarang seluas 100 hektare, tetapi mereka terus mencari tambahan karena area yang akan dibangun terintegrasi untuk menghasilkan bermacam-macam produk,” ungkapnya.

Masuknya investasi industri petrokimia di sektor hulu ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas nasional, seiring berkembangnya pasar petrokimia di dalam negeri.

“Investasi industri upstream memang sangat besar dan harus terpadu dengan produk turunan, karena kalau berdiri sendiri tidak akan ekonomis, pasti gulung tikar,” ujar Sigit.

Pabrik Lotte yang akan dibangun di Cilegon, Banten ini menargetkan total kapasitas produksi nafta cracker sebanyak 2 juta ton per tahun.

“Apabila pabrik Lotte dan Chandra Asri beroperasi pada tahun 2023, Indonesia bisa mengurangi impor produk petrokimia hingga lebih dari 60 persen,” ucap Sigit.

Di samping itu, PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk juga berencana membangun kembali pabrik pengolah nafta cracker kedua (CAP2) yang menelan investasi senilai US$4 miliar hingga US$5 miliar.

Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan Chandra Asri tersebut, Indonesia bakal mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun. Bahkan, Indonesia bisa memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di Asean setelah Thailand, Singapura dan Malaysia.

Prospek Cerah

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan tiga perusahaan yang telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam pengembangan sektor industri petrokimia di Indonesia.

Perushaaan itu yakni PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk., Lotte Chemical Titan, dan manufaktur besar Thailand, Siam Cement Group (SCG).

“Mereka akan memproduksi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri. Sehingga nanti kita tidak perlu lagi impor,” tegasnya.

Indonesia berpotensi menjadi pusat pertumbuhan industri petrokimia dan akan bisa lebih kompetitif di tingkat Asean dengan semakin meningkatnya investasi dan ekspansi dari sejumlah produsen di dalam negeri.

“Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi seiring upaya pemerintah yang terus menciptakan iklim usaha kondusif,” ungkap Airlangga.

Kemenperin mencatat, nafta cracker dari produksi industri nasional saat ini baru mencapai 900 ribu ton per tahun, sementara permintaan dalam negeri sebanyak 1,6 juta ton.

Industri petrokimia ditetapkan sebagai salah satu sektor hulu strategis karena menyediakan bahan baku untuk hampir seluruh sektor hilir, seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetik hingga farmasi. (*)