Letusan Freatik Gunung Merapi Tidak Berbahaya

Gunung Merapi masih menunjukkan aktivitas vulkanis biasa.
Gunung Merapi masih menunjukkan aktivitas vulkanis biasa.

TROPIS.CO, JAKARTA – Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani, mengatakan bahwa letusan freatik yang dikeluarkan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat (11/5/2018) pukul 07.32 WIB merupakan erupsi yang didominasi uap air. Letusan freatik ini terjadi karena adanya kontak air dengan panas di bawah kawah.

“Letusan berlangsung tiba-tiba. Jenis letusan ini tidak berbahaya dan dapat terjadi kapan saja pada gunung api aktif,” kata Kasbani, di Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Menurut Kasbani, letusan jenis ini hanya berlangsung sesaat. Sebelumnya, Gunung Merapi juga pernah terjadi letusan freatik sejenis, yang berlangsung satu kali dan tidak diikuti erupsi susulan.

Sebelum erupsi freatik ini terjadi, lanjut Kasbani, jaringan seismik Gunung Merapi tidak merekam adanya peningkatan kegempaan.

Namun demikian, sempat teramati peningkatan suku kawah secara singkat pada pukul 6:00 WIB (sekitar dua jam sebelum erupsi).

Pasca-erupsi, kegempaan yang terekam tidak mengalami perubahan dan suhu kawah mengalami penurunan.

Kasbani mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mendekati puncak kawah. Ia menyebutkan status Gunung Merapi hingga saat ini masih tetap normal (Level I) dengan radius berbahaya adalah tiga kilometer dari puncak kawah.

“PVMBG tidak menaikkan status Gunung Merapi dan masih terus memantau perkembangan aktivitas vulkanik dari Gunung dengan ketinggian 2.968 m dpl tersebut,” pungkas Kasbani.

Sementara itu, ahli geofisika dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Wiwit Suryanto, menjelaskan fenomena letusan freatik tanpa ada tanda-tanda sebelumnya pada gunung berapi merupakan hal yang lazim. Hingga saat ini, letusan freatik pada gunung api masih sulit diidentifikasi tanda-tandanya.

“Ini berbeda dengan erupsi karena adanya pelepasan magma dari dalam gunung api, tanda-tanda fisikanya terlihat jelas, misal dengan kenaikan jumlah gempa vulkanik, deformasi (perubahan bentuk tubuh gunung), kandungan gas dan sebagainya,” ungkap Wiwit.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY, Hanik Humaida, mengatakan bahwa letusan freatik Gunung Merapi dengan durasi kegempaan lima menit dan ketinggian kolom erupsi mencapai 5,5 km di atas puncak dipastikan bukan pertanda datangnya siklus erupsi seperti yang terjadi terakhir kali pada September 2010 lalu.

Letusan freatik yang terjadi sesaat kemarin mengakibatkan hujan abu tipis di hampir sebagian besar wilayah Sleman, Kota Yogya, Bantul, dan Kulon Progo.

Penerbangan di bandara Adisutjipto langsung dihentikan dan dibuka kembali pada pukul 16.30 WIB. Sebanyak 160 orang pendaki yang sebagian besar adalah mahasiswa dari Solo dan Yogya selamat dan hanya menderita luka lecet-lecet dan shock karena berlarian. (*)