Permen ESDM Dinilai Melemahkan Ketahanan Energi Nasional

Salah satu proyek migas di Indonesia, Migas Bojonegoro

 

TROPIS.CO-JAKARTA- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Berakhir Kontrak Kerja Samanya (KKS) mendapat kritikan dari berbagai pihak.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar meminta pemerintah untuk membatalkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 Tahun 2018 itu. Aturan itu dinilai bertentangan dengan konstitusi Pasal 33 UUD 1945 serta menghambat peningkatan ketahanan energi nasional dan melanggengkan penguasaan SDA migas oleh asing, serta mengurangi potensi penerimaan negara sektor migas.

Arie menegaskan bahwa pemerintah mestinya menerbitkan aturan yang mendukung kedaulatan energi nasional. Permen 23 sama sekali tidak mendukung itu, sehingga menghambat penguasaan blok-blok migas oleh negara.

Disebutkan Arie bahwa saat ini penguasaan blok migas oleh negara sangat sedikit, jauh dari batas minimum, sehingga kedaulatan energi tidak tercapai. Disebutkannya jika sebelum blok Mahakam dikembalikan ke Pertamina, pengusaan negara terhadap blok migas baru 15-20 persen, lalu setelah Mahakam kembali ke Pertamina, penguasaan negara baru meningkat menjadi 30 persen.

“Jika Blok Rokan dikembalikan ke negara pada 2021 baru maka akan meningkat 45 persen. Itu mengarah ke 75 persen yang merupakan batas minimum. Artinya, Permen 23 ini menghambat rencana kedaulatan energi, jika tidak dicabut maka rencana mencapai batas minimum 75 persen itu tidak tercapai”tegas Arie.

Diketahui, Permen ESDM No.23/2018 diterbitkan pada tanggal 24 April 2018 guna menggantikan Permen ESDM No.15/2015. Dalam regulasi tersebut pemerintah memberikan kesempatan yang sama antara Pertamina dan existing investor untuk mengelola WK Terminasi, sehingga kontraktor lama berpeluang kembali mengelola blok terminasi.

Menurut Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara, Permen 23/2018 sengaja ditujukan untuk memberi jalan mulus kepada kontraktor asing (existing) melanjutkan pengelolaan wilayah kerja (WK) yang KKS-nya berakhir, seperti tertuang pada Pasal 2 Permen No.23/2018. Ini bertentangan dengan Pasal 2 Permen ESDM No.15/2015, pengelolaan WK tersebut diprioritaskan untuk diberikan kepada BUMN/Pertamina.

Menurut Marwan bila diprioritaskan untuk negara Negara dan BUMN tentu menghindari KKN, sekaligus akan memperoleh dana akuisisi saham yang optimal jika setiap WK yang KKS-nya berakhir diserahkan kepada BUMN. Kemudian BUMN-lah yang melakukan tender atau mengundang (farm-out) kontraktor lain untuk memiliki saham dalam pengelolaan WK tersebut secara B-to-B.

“Penyerahan pengelolaan WK kepada BUMN juga akan dapat menghindari masuknya perusahaan-perusahaan siluman yang didukung oleh oknum-oknum penguasa untuk memiliki saham tanpa membayar dana akuisisi,”kata Marwan.

Tingkatkan Produksi

Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmi Radhi menyebutkan bahwa selama ini Pertamina memang gemar berburu WK terminasi ketimbang WK migas baru. Sementara jika dikaji lagi, produksi migas yang dihasilkan Pertamina sedikit dibanding perusahaan swasta dan umumnya volume Pertamina yang rendah itu berasal dari WK blok Terminasi.

“Terbitnya Permen 23/2018 sangat penting untuk menjaga keseimbangan produksi migas, bahkan meningkatkan produksi migas dari blok terminasi. Itu juga sekaligus mendorong Pertamina untuk berburu WK migas blok baru,”tutup Fahmi.