Rancangan Revisi UU Kehutanan Tak Singgung Sawit Tanaman Hutan.

Rancangan revisi UU Kehutanan tak menyentuh jenis pohon yang dikategorikan tanaman hutan. Sementara sejumlah pakar mengharapkan revisi UU Kehutanan bisa memperlancar pengembangan ekonomi tidak membatasi diri dari aspek lingkungan karena pengaruh pihak asing.
Rancangan revisi UU Kehutanan tak menyentuh jenis pohon yang dikategorikan tanaman hutan. Sementara sejumlah pakar mengharapkan revisi UU Kehutanan bisa memperlancar pengembangan ekonomi tidak membatasi diri dari aspek lingkungan karena pengaruh pihak asing.

TROPIS.CO–JAKARTA- Rancangan Revisi Undang Undang No 41 tentang kehutanan sedikitpun tak menyebut jenis pohon yang masuk kategori tanaman hutan, termasuk kelapa sawit.

Dari sejumlah pasal yang dilakukan revisi tak mencerminkan adanya pasal yang menguraikan jenis jenis pohon dan tanaman, seperti FAO mendefinisi tentang hutan yang lebih tegas dan tidak multitafsir.

Definisi hutanpun, seperti yang dituangkan dalam Pasal 1 ayat 2, sedikitpun tidak mengalami perubahan. Hutan masih dipahami sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.

Begitupun dengan pengertian kawasan hutan, seperti disebutkan dalam ayat 3, diartikan sebagai wilayah tertentu ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Bila definisi hutan dan kawasan hutan tidak mengalami perubahan dan ini tetap dipertahankan, maka dapat dipastikan persoalan kehutanan yang selama ini menjadi isu dalam pengembangan ekonomi nasional tidak akan tertuntaskan.

FAO telah mendefinisi hutan sebagai suatu kawasan yang luasannya minimal 0,5 hektar dengan tutupan 10% dan ketinggian pohon atau batang minimal 5 meter. Dan sejumlah tanaman yang dikategorikan tanaman hutan, antara lain bambu, karet dan jenis palm, namun tidak termasuk kelapa sawit.

Dalam forum Group Diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian, Advokasi dan Konservasi alam yang menghadirkan sejumlah pakar kehutanan dari IPB, diantaranya, Prof Dodiek Ridho Nurochmat, Prof Yanto Santosa, telah disimpulkan perlunya dilakukan revisi terhadap UU NO 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dengan memasukan kelapa sawit sebagai tanaman hutan.

Pembahasan rancangan revisi UU NO 41 tentang kehutanan kini sedang dilakukan Badan Legeslatif bersama Komisi IV DPR RI. Dan pihak Baleg dan Komisi IV sudah berulangkali melakukan sosialisasi ke berbagai daerah dalam upaya menyaring pendapat pemangku kepentingan.

Karenanya agar undang undang ini mencapai target maksimal dan mengakomodir semua pemangku kepentingan, Gapki dan APHI sebagai organisasi yang menaungi para pelaku ekonomi hendaknya lebih agresif dan berinisiatif untuk memberikan masukan dan pendapat agar apa yang dimisikan GAPKI dan APHI dalam percepatan peningkatan ekonomi nasional bisa terwujud dan tidak terbentur dengan ketentuan perundang undangan.

Sesuai dengan konsideran “mengingat” perubahan ini dimaksudkan, bahwa pengurusan hutan yang lestari, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup, harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang betdasarkan pada norma hukum nasional.

Didalam konsedran “mengingat” selain alasan tersebut, juga disebutkan terdapat berbagai perkembangan, permasalahan dan kebutuhan hukum di masyarakat yang belum mampu dijawab oleh UU No 41 Tahun 1999, hingga dipandang perlu membentuk undang undang perubahan kedua atas UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.