Dolly P Pulungan Dirut Holding, Kepercayaan terhadap “orang kebun” Bangkit Kembali.

Kementerian BUMN memberikan kepercayaan kembali kepada "orang kebun" untuk mengelola BUMN Perkebunan. ini ditandai dengan diangkatnya Dolly P Pulungan sebagai Dirut Holding PTP Nusantara III. Saat Deputi Bidang Agro Industri Wahyu Kuncoro menyerahkan SK pengangkatan Dolly di Jakarta, Jumat.

TROPIS.CO – JAKARTA. Mungkin, setelah menyadari kekeliruannya menempatkan sosok yang tak layak di BUMN Perkebunan, kini Menteri Rini Soemarno kembali memberikan kepercayaan kepada “orang kebun” dengan mengangkat Dolly P Pulungan menjadi Direktur Utama Holding BUMN Perkebunan, PT Perkebunan Nusantara III, menggantikan posisi Dasuki Amsir yang “kembali” kekandangnya sebagai “orang bank”.

Dolly P Pulungan yang sebelumnya “dimagangkan” sebagai Wakil Direktur Utama perusahaan holding itu, diangkat melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No. SK-37/MBU/02/2018, dan diserahkan langsung oleh Deputi Bidang Agro Industri Wahyu Kuncoro, Jumat. Sejumlah anggota direksi dan komisaris PTP Nusnatara III, hadir menyaksikan penyerahkan surat pengangkatan itu. Dan mungkin, mereka juga akan menjadi saksi sejarah, kembalinya “orang kebun” ke kandangnya.

Dolly memang “orang kebun”, walau jauh sebelumnya dia sempat BPPN, kemudian di Bahana Scuritas. Dalam jajaran direksi BUMN Perkebunan dia bukan orang baru. Walau sempat Sebelumnya, Dolly adalah Direktur Keuangan pada PTPN X, oleh Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN, Dolly dinobatkan menjadi Dirut PT Perkebunan XI di Surabaya.

Hampir 5 tahun Di PTP Nusantara XI, Dolly dinilai sangat sukses mengangkat produktivitas tebu dan menaikan rendemen gula. Di tahun 2016, produksi gula PTP Nusantara XI mencapai 142.000 ton, dengan rendemen tertinggi, 7,08%. Namun sayangnya, tatkala Dolly dihengkang oleh Elia Masa Manik, ke PT Berdikari, produktivitas dan rendemen gula PTP Nusantara merosot drastis. Di Berdikari Dolly hanya transit 2 bulan, kemudian di”garamkan” oleh Elia Masa Manik di PT Garam.

Setelah menjadi Dirut PT Garam, baru kemudian, Dolly dibaptis kembali menjadi “orang kebun”. Dia menggantikan Andi Wibisono menjadi Dirut PTP Nusantara VII di Kalimantan Barat. Dan tak lama, adanya perubahan nomenkatur jabatan direksi BUMN Perkebunan, Dolly mengisi jabatan Wakil Dirut Holding PT Perkebunan Nusantara III. Lalu menjadi pelaksana tugas menggantikan Dasuki Amsir yang diangkat sebagai Direktur Distribution and Network BTN.

Dalam tahun tahun pertama Rini Soemarno menjadi Menteri BUMN, mantan eksekutif Astra International, dan sempat menjadi Menteri Perindustrian di masa masa terakhir kekuasaan orde baru, melakukan perombakan jajaran direksi BUMN Perkebunan, dan menempatkan ‘orang non kebun ke tubuh BUMN Perkebunan, sebagian besar “orang bank”

Bagas Angkasa, sebagai “orang kebun” yang mengawali kepemimpinan holding PTP Nusantara, tergeser jauh menjadi Komisaris PT Timah Tbk. Lalu kapal besar BUMN Perkebunan yang berlayar dengan bendera holding PTP Nusantara III di nakhodai Elia Masa Manik. EMM – begitu sosok ini sering disebut, sebagai entrepreneur hebat karena keberhasilkan membesarkan anak perusahaan Pertamina, Elnusa.

Lalu di jajaran “orang bank” ada nama Dasuki Amsir dari Bank BNI. Belakangan muncul nama Siwi Sani yang kini menjadi Dirut PTP Nusantara IV, menggantikan posisi Dasuki. Dan ada sejumlah nama ‘orang bank” lainnya, seperti Muhammad Yudhayat dan Teten Djaka Triana.

Ada kesan sangat kuat, digesernya sejumlah “orang kebun” yang di mata masyarakat BUMN Perkebunan cukup mumpuni dalam mengelola PTP Nusantara, mengindikasikan Rini Soemarno kurang percaya dengan ‘orang kebun”. Apalagi di tengah bergelimangnya isu “mafia PTP Nusantara” yang dikembangkan oleh sejumlah pihak,hingga memarjinalkan BUMN Perkebunan dan tak mampu bersaing dengan perusahaan perkebunan swasta, kian membuat Rini bertambah kokoh menggusur “orang kebun”.

Walau belakangan, ada sedikit perlawanan dari “orang kebun” melalui serikat pekerjanya. Tapi tak beriak lama, melele bagai es dikucuri air panas. “Pendatang”, begitu kesan yang ditangkap dari “orang kebun” terhadap jajaran direksi baru BUMN Perkebunan, kian meradang dengan berbagai kebijakan yang dinilai tak membumi.

Dengan alasan efiensi, EMM yang menjadi nakhoda, memangkas berbagai sumber sumber pembiayaan. Dan yang sangat memprihatinkan, biaya pupukpun dipangkas. Padahal pupuk adalah darah dari tanaman. Hampir dua tahun lebih tanaman kelapa sawit dan karet, sebagai tanaman utama BUMN Perkebunan, tak mendapatkan asupan normal. Sekitar 1,3 juta hektar luas tanaman, PTP Nusantara kurus tak bergairah hidup. Alhasil produksi kelapa sawit dalam tahun tahun belakangan ini, melorot tajam. Ada yang sedikit baik, itupun bias dari pemupukan sebelumnya.

Sempat ada yang berpendapat, penempatan “orang bank” pada level puncak dan pengendali manajemen, bukan menyehatkan BUMN Perkebunan, justru sebaliknya, kian memarjinalkan perusahaan pengelola usaha perkebunan peninggalan Belanda itu. Eksistensi BUMN Perkebunan kian tersisih di mata pebisnis perkebunan kelapa sawit nasional. Usaha perkebunan swasta melejit dengan tingkat keuntungan ada yang mencapai 100%, pun sama dengan usaha perkebunan rakyat yang kian berkembang maju.

Telah terjadi salah diagnose dalam pengelolaan usaha perkebunan. Tertip administrasi, lebih hemat dan bakal lebih sehat sebagai harapan, ternyata tak memberikan bukti nyata. Gerakan efisiensi yang dilancarkan EMM, telah menimbulkan petaka, Holding menderita kerugian yang sangat dahsyat, mencapai Rp 806 miliar di tahun 2016, di tengah pesta poranya perusahaan perkebunan swasta karena laba menggunung.

Kinerja holding yang sempat dipublikasi Dasuki Amsir di bulan bulan terakhir menjabat Dirut Holding PTP Nusnatara, melesat tinggi, dengan perolehan laba tumbuh 214% dibanding priode yang sama tahun sebelumnya, itu dinilai penuh kepalsuan. Bagaimana tidak, belum lagi Dasuki bergerak jauh dari tempat press Conferensi, seorang pemasok pupuk menggerutu, bahwa hutang pupuk dan hutang hutang lainnya yang sempat dinikmati anak anak perusahaan PTP Nusantara, yang konon mendekati Rp 4 triliun lebih sudah 3 tahun tidak dibayar.

Namun kini mungkin, Rini Soemarno, kian sadar atas kekeliruannya, terlebih setelah mengetahui ketidak mampuan EMM dalam mengelola usaha BUMN, dan mengetahui sukses EMM di Elnusa itu, ternyata hanya mampu menarik utang yang tertunggak, bukan karena kemampuan memanajemen usaha, kembali memberikan kepercayaan pada “orang kebun” untuk menakhodai BUMN Perkebunan.

Pengangkatan Dolly P Pulungan, adalah indikasi kuat kembalinya kepercayaan Rini Sumarno, terhadap “orang kebun”. Tentu perubahan sikap Rini Soemarno ini, hendaknya disikapi lebih dalam oleh Dolly P Pulungan. Maksudnya, beban yang harus dipikul Dolly sangat berat, karena bukan sebatas memperbaiki kinerja BUMN Perkebunan yang kian menurun, namun membuktikan, bahwa “orang kebun” jauh lebih mampu mengelola “kandangnya”.

Lantaran itu, dalam upaya menjalankan tanggungjawab itu, Dolly hendaknya lebih arif dalam menempatkan sosok “orang kebun” di level puncak PTP Nusantara. Banyak “orang kebun” yang sangat mumpuni dalam pengelolaan usaha dan teknis perkebunan, dan mampu mengangkat peran PTP Nusantara, pada tingkatan lebih baik, terhambat karirnya hanya penilaian yang subjektif.

Kini ada sejumlah “orang bank” yang masih berada di level puncak PTP Nusantara. Sebut saja misalnya, Siwi Sini, Dirut PTP Nusantara IV Sumatera Utara, Teten Djaka Triana, Dirut PTN Nusantara II Sumatera Utara, serta Muhammad Yudhayat, Dirut PTP Nusantara V Riau. (Usmandie A Andeska/Tropis.Co – Tropis Magazine)