18 Desa di Riau Dapat Pendampingan Pulihkan Gambut dengan Program Tegak

Lahan gambut di Riau adalah yang terluas se-Indonesia. Foto : Bimo Aji
Lahan gambut di Riau adalah yang terluas se-Indonesia. Foto : Bimo Aji

TROPIS.CO, SIAK – Sebanyak 18 desa yang berada di wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Siak dan Sungai Kampar, Provinsi Riau, mendapatkan pendampingan untuk memulihkan lahan gambut melalui Program Tata Kelola Hutan dan Lahan Gambut (Tegak) untuk mengurangi emisi di Indonesia melalui kegiatan lokal.

“Dalam Program Tegak ini, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) bekerjasama dengan beberapa LSM Riau yang akan menjadi lembaga pelaksana untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang berada di KHG Sungai Siak dan Sungai Kampar,” ujar Team Leader PMU UKCCU – ICCTF, Eko Putranto, di Siak, Rabu (12/9/2018).

Beberapa LSM tersebut dibagi dalam tiga konsorsium, di antara Konsorsium Mitra Insani yang terdiri atas Yayasan Mitra Insani (YMI), Jaringan Masyarakat Gambut Riau, dan Fitra Riau.

Selanjutnya Konsorsium Elang yang terdiri dari Perkumpulan Elang, KAR, Teras Riau, dan SART.

Terakhir Konsorsium RWWG, meliputi Riau Women Working Group, dan Kaliptra Andalas.

Program Tegak untuk KHG Sungai Siak – Sungai Kampar merupakan program ICCTF – UKCCU batch 2, yang berlangsung selama 10 bulan ke depan di 18 desa Provinsi Riau dan empat desa di antaranya berada di Kabupaten Pelalawan, yakni Desa Pulau Muda, Segamai, Gambut Mutiara, dan Serapung.

Sementara 14 desa atau kampung yang berada di Kabupaten Siak di antaranya Kampung Teluk Lanus, Penyengat, Sungai Rawa, Rawa Mekar Jaya, Lalang, Tanjung Kuras, Sungai Katu Ara, Parit I/II, Bunsur, Kayu Ara Permai, Sungai Berbari, Sungai Limau, Hrapan, dan Koto Ringin.

ICCTF bekerjasama dengan United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU) melaksanakan kegiatan tata kelola hutan dan lahan gambut untuk mengurangi emisi di Indonesia melalui kegiatan lokal (Tegak).

Sebagai upaya restorasi lahan gambut dalam mengurangi kejadian kebakaran di lahan gambut, hutan dan lahan pertanian yang ada di lima provinsi Indonesia, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

Riau terpilih menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan pendampingan dan prioritas karena memiliki jumlah KHG yang cukup besar, yakni 49 KHG dengan luas mencapai 5.140.000 hektare.

Selain itu karena Riau memiliki kawasan gambut dengan areal yang cukup luas, yakni sekitar 39 juta hektare (diperkirakan sekitar 44,8 persen dari total luas provinsi Riau).

“Seperti kita ketahui, kejadian kabut asap yang terjadi pada 2015 adalah kebakaran hutan dan lahan yang cukup hebat di provinsi Riau, selain itu lahan gambut di Riau adalah yabg terluas se-Indonesia,” ungkap dia.

ICCTF melalui dukungan dana dari UKCCU berkomitmen untuk melakukan restorasi gambut, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, salah satunya dengan 3R, yakni rewetting atau pembangunan infrastruktur pembasahan gambut melalui teknik sekat kanal (canal blocking), penimbunan kanal, dan sumur bor.

Revegetation atau revegetasi penanaman pohon atau tanaman endemik gambut, dan revitalization atau revitalisasi mata pencaharian masyarakat lokal.

“Kita akan memberdayakan masyarakat untuk melakukan peningkatan ekonomi dengan penanaman nanas dan kelapa di lahan gambut. Nantinya kita akan berkolaborasi dengan perusahaan swasta yang akan melakukan ekspor,” sebutnya.

Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) Riau, Muslim, menyebutkan, program “Tegak” ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan gambut melalui kerja sama langsung dengan pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, serta meningkatkan strategi penanggulangan kebakaran dan mempromosikan praktik terbaik di masyarakat.

Aktivasi utama 3R Program ini akan membangun 67 unit sekat kanal, penimbunan kanal sepanjang lima kilometer, membuat 178 unit sumur bor, dan menanam 61 ribu tanaman hutan di lahan seluas 130 hektare.

Lalu melatih lebih dari 400 orang, masing-masing nya untuk memahami isu ekosistem gambut, dan pemanfaatan hasil produk Watini atau agroforestry di lahan gambut, promosi kawasan ekowisata, sekolah lapang PLTB, dan Paludikultur.

Selain itu, melatih 200 Masyarakat Peduli Api (MPA) untuk memantau tdan memadamkan api, menjadikan 18 desa tersebut sesuai SOP and EWS penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, serta membangun empat menara pantau. (*)