Kearifan Lokal Dalam Konstelasi Perhutanan Sosial

Mereguk Kearifan Lokal Pulau Borneo

Saat pandemi Covid 19 menyekat kehidupan, salah satu hawa segar yang diyakini mampu menyaputnya adalah Kearifan Lokal.

Satu jalinan utuh sistem kehidupan meliputi nilai-nilai pengetahuan lokal, keselarasan praktek pengetahuan lokal dengan prilaku terhadap ekosistem bumi, pemulian bibit-bibit tanaman lokal adaptif dengan eko-kultural yang terlini di hilir dengan tata konsumsi yang adil, bahkan juga penghormatan keyakinan spiritual relasi alam dan manusia.

Melupakan dan mengeyampingkan kearifan lokal menyebabkan kerentanan sistem kehidupan diserang virus dan bakteri semakin tinggi.

Dalam Pelatihan Pendampingan Pasca Izin ini terdapat 2 Mata Pelajaran yang membuka dialog seputar Kearifan Lokal bersama pendamping dan petani hutan, yaitu Mata Pelajaran 2 dan Mata Pelajaran 7.

Kebetulan saya sampai dengan  gelombang 5 diberikan tugas sebagai tutor dalam kedua mata pelajaran ini.

Masih segar dalam ingatan, kisah Pak Riduan, anggota Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dalam situasi kritis ekonomi, karena pembatasan mobilitas, masih mengelola lahan Perhutanan Sosial dengan menanam berbagai jenis tumbuhan.

Ketika ditanyakan apa bantuan yang dibutuhkan saat pandemi?, jawab beliau, “Kami butuh bibit tanaman!”. Petani akrab dengan bibit dan tanah, karena dengan keduanya sistem kehidupan bergerak.

Jawaban singkat dan sederhana, tetapi menunjukan postur petani hutan sekaligus keluhuran pengetahuan mereka bagaimana membangun benteng saat pandemi. Lahan dan bibit itu benteng kearifan petani hutan.

Tuturan Ibu Farida, seorang pendamping Perhutanan Sosial energik dari Kabupaten Kotabaru, menggambarkan relasi kompleks saling melengkapi antara bentang ekosistem lokal, sistem pengetahuan dan ekonomi subsisten masyarakat.

“Desa kami berbatasan dengan pantai, dibagian atas desa adalah hutan. Didalam hutan terdapat banyak bambu. Dari bambu ini kami membuat alat penangkap ikan dinamakan Bagang. Kelestarian bambu hutan ini penting bagi kami, agar bisa tetap bisa menangkap ikan di laut”.

Narasi menarik tentang kearifan lokal masyarakat Desa Haratai, Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, yang ditulis Pak Rusmayadi, dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Batu Tangga, membenamkan lebih dalam keyakinan bagaimana praktek kearifan lokal masyarakat bekerja dalam sel-sel kehidupan yang sangat beragam, tidak mono-praktis.

Meskipun masyarakat menyadari Gua Ranuan yang mistik dan unik mempunyai nilai wisata lingkungan, tetapi mereka tidak membangun fasilitas jalan permanen. Hanya berupa jembatan bambu dan jalan tanah saja. Pembuatan jalan dan jembatan juga sangat memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, agar tidak merusak ekosistem.

Banyak kisah berupa penuturan dan narasi tekstual lainnya yang saya catat dan simpan. Kisah-kisah yang meski sederhana sangat berharga. Menjadi warisan pengetahuan yang memberi bukti masyarakat lokal mempunyai kearifan lokal dalam mengelola hubungan harmonis kehidupan manusia dengan alam. Kisah kearifan lokal yang direguk ketika dahaga akibat krisis lingkungan hidup mendera.