Deforestasi Turun Drastis, Bukti Komitmen Presiden Joko Widodo Dilakukan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menilai deforetsasi turun signifikan bukti komitmen Presiden Joko Widodo melindungi konswrvasi sumber keanekaragaman hayati dilakukan. Foto; KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menilai deforetsasi turun signifikan bukti komitmen Presiden Joko Widodo melindungi konswrvasi sumber keanekaragaman hayati dilakukan. Foto; KLHK

TROPIS.CO, ROMA – Komitmen Presiden Joko Widodo melestarikan konservasi keanekaragaman  hayati kini kian terbukti dengan terus turunnya angka deforestasi dalam kurun  lima tahun terakhir ini.

“Angka deforestasi turun tajam di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan ini  menjadi bukti, bahwa  komitmen pemenuhan target dan sasaran global yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati hutan dilakukan,” tutur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Menteri Siti mengatakan hal tersebut saat diskusi panel State of the World’s Forests, SOFO 2020 virtual launch yang dipusatkan di Kantor Pusat FAO Roma, Italia, Jumat (22/5/2020),

Menurut Menteri Siti Nurbaya, deforestasi global baru-baru ini menurun hampir 40 persen dan Indonesia berkontribusi penting dalam penurunan tersebut.

“Deforestasi tahunan Indonesia pernah mencapai lebih dari 3,5 juta hektare dalam periode 1996 hingga 2000, namun telah turun tajam menjadi 0,44 juta hektare dan akan terus turun di masa mendatang,” ungkapnya.

Pertemuan virtual ini dihadiri 492 peserta dari negara-negara anggota FAO dan turut hadir Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu, Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen, dan delegasi penting negara lainnya.

Menurut Menteri Siti, pada tingkat ekosistem, Indonesia memiliki 51 juta hektare kawasan lindung atau lebih dari 28 persen daratan.

Luasan ini belum termasuk 1,4 juta hektare Hutan Bernilai Konservasi Tinggi atau HCVF yang ada di dalam konsesi perkebunan kelapa sawit, dan diperkirakan sekitar 2 juta hektare lainnya di kawasan hutan tamaman industri (HTI).

“KLHK bekerja keras konsolidasikan High Conservation Value kawasan berupa kebijakan kawasan lindung dalam upaya melakukan konektivitas habitat satwa yang terfragmentasi selama ini karena perijinan konsesi,” jelasnya.

Pada tingkat spesies, Indonesia telah menyusun peta jalan memulihkan populasi 25 spesies target yang terancam punah.

Dari 270 lokasi pemantauan diketahui beberapa populasi spesies meningkat dalam lokasi pemantauan seperti jalak Bali, harimau Sumatera, badak Jawa, gajah Sumatra, dan elang Jawa.

Pada tingkat genetik, Indonesia telah mempromosikan bioprospeksi (bioprospecting) untuk keamanan dan kesehatan pangan seperti Candidaspongia untuk antikanker, dan gaharu untuk disinfektan yang produksinya telah ditingkatkan selama pandemi Covid-19 ini.

Terkait capaian penurunan laju deforestasi kata Menteri Siti, tak lepas dari serangkaian tindakan korektif pemerintah di bawah arahan dan kebijakan Presiden Joko Widodo  seperti pengelolaan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) melalui perbaikan peringatan dini dan antisipasi, dan mitigasi.

Selain itu dilakukan pengelolaan lahan gambut, melalui moratorium izin baru dan pemanfaatan secara tepat lahan gambut serta pengaturan muka air tanah dengan teknik hidrologi.

Upaya lainnya melalui penegakan hukum terhadap kegiatan ilegal, termasuk penerapan efektif Sistem Jaminan Legalitas Hutan Indonesia yang dikenal sebagai SVLK.

Pemerintah juga melakukan moratorium izin baru pengusahaan perkebunan kelapa sawit dan pengembangan koridor satwa di areal konsesi yang merupakan habitat satwa.

Berbagai upaya rehabilitasi hutan dan lahan terus dilakukan dengan target mencapai 4 juta hektare selama lima tahun ini serta melakukan percepatan Program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektare lahan hutan.

“Penurunan deforestasi baru-baru ini telah diakui secara internasional.”

“Bahkan bulan depan (Juni), pembayaran pertama di bawah kerja sama bilateral kami dengan Norwegia akan dilakukan dengan nilai US$56 juta,” jelas Menteri Siti.

Sebagai penutup, Menteri Siti mengimbau negara-negara baik secara individu maupun bersama-sama untuk memprioritaskan perlindungan dan pemanfaatan secara lestari keanekaragaman hayati, sejajar dengan pentingnya isu perubahan iklim.

Agenda SOFO 2020 sekaligus memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional (International Day for Biological Diversity) yang tahun ini mengangkat tema “Solution are in Nature”.

Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu mengatakan bahwa tema yang diangkat relevan dengan situasi dimana kesehatan manusia sangat tergantung dengan kesehatan hutan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen menyatakan bahwa hubungan antara hutan dan pertanian sangat penting dalam sebuah lanskap.

Dalam UN Decade of Ecosystem Restoration, hutan memegang peranan penting untuk menyelamatkan ekosistem yang ada di dunia.

Dalam agenda SOFO 2020 yang dilakukan secara virtual, Menteri LHK Siti Nurbaya didampingi Penasihat Senior Menteri Effransyah, Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, Tenaga Ahli Menteri KLHK Sri Murniningtyas, serta Kepala Biro KLN Teguh Rahardja dan Direktur KKH KSDAE Indra Exploitasia.

Adapun tema SOFO 2020 adalah Forests, Biodiversity and People. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terkait dengan memberikan prioritas pembangunan lingkungannya pada isu tersebut. (Trop 01)