PM Mahathir Ajak Presiden Jokowi Lawan Kebijakan CPO Eropa

PM Mahathir Mohammad menuding, kampanye negatif Eropa terhadap produk CPO Asia lebih kepada motif persaingan produk. Foto : Suara Demokrasi
PM Mahathir Mohammad menuding, kampanye negatif Eropa terhadap produk CPO Asia lebih kepada motif persaingan produk. Foto : Suara Demokrasi

TROPIS.CO, BOGOR – Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad geram dengan kampanye negatif Eropa terhadap produksi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil ( CPO) asal Asia. Guna melawan keangkuhan Eropa itu, Mahathir mengajak Presiden Joko Widodo untuk bersama-sama melawan kebijakan Eropa itu.

“Kita menghadapi masalah yang sama. Misalnya ekspor minyak kelapa sawit sekarang diancam oleh Eropa. Kita perlu bersama-sama melawan,” ujar Mahathir dalam pernyataan pers bersama di Ruangan Teratai, Istana Presiden Bogor, Jumat (29/6/2018).

Mahathir menegaskan, alasan Eropa menolak produk CPO asal Asia, tidaklah benar. Eropa menolak CPO asal Asia lantaran dinilai diproduksi dari hasil penebangan hutan secara serampangan oleh pengusaha. Aktivitas itu pun dipandang merusak lingkungan hidup.

“Ini tidak benar sama sekali,” tegas Mahathir.

Mahathir justru menuding Eropa yang terlebih dahulu melakukan hal demikian.

“Kita semua ingat bahwa di Eropa, negara mereka juga dulu ditutupi hutan. Tapi mereka sudah tebang hampir semua hutan mereka.”

“Tidak ada yang menolak. Tetapi apabila kita perlu kawasan yang lebih luas (untuk kelapa sawit), mereka mendakwa ini mencemarkan iklim,” kata Mahathir.

Pria 92 tahun itu menuding, kampanye negatif Eropa terhadap produk CPO Asia lebih kepada motif persaingan produk. Ia yakin akan hal itu.

“Mereka tahu bahwa minyak kelapa sawit ini bersaing dengan minyak-minyak (produksi Eropa) dan sebagainya. Mungkin penentangan mereka lebih berasal daripada ekonomi dan keuangan daripada masalah environment (lingkungan hidup),” ujar Mahathir.

Malaysia dan Indonesia tidak boleh berdiam diri dengan ancaman pembatasan penggunaan produk turunan crude palm oil ( CPO) berupa biodiesel oleh Uni Eropa itu.

“Mereka (Eropa) mengganggu ekspor (CPO) kita. Karena itu, Malaysia dan Indonesia harus mulai bersikap tegas dengan mengambil kebijakan balasan kepada Uni Eropa,” katanya.

Langkah Uni Eropa membatasi CPO dari Malaysia dan Indonesia hanya semata faktor persaingan bisnis. Apalagi Eropa memproduksi vegetables oil yang lain. Harganya lebih mahal, sedangan CPO lebih murah. Inilah persaingan yang tidak sehat, yang diciptakan Eropa.

Sebelumnya, parlemen Uni Eropa dalam voting tanggal 18 Januari 2018 lalu menyetujui proposal UU energi terbarukan yang di dalamnya termasuk melarang penggunaan minyak sawit atau CPO untuk biodiesel mulai tahun 2021.

Pelarangan dilakukan karena Uni Eropa menilai CPO masih menimbulkan banyak masalah, dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). (*)