PLN Hentikan Negosisasi Proyek PLTU Riau I Akibat Kasus Suap

Dirut PLN Sofyan Basir tersandung kasus suap proyek PLTU Riau I. Foto : Merdeka.com
Dirut PLN Sofyan Basir tersandung kasus suap proyek PLTU Riau I. Foto : Merdeka.com

TROPIS.CO, JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menghentikan untuk sementara negosiasi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau I. Hal itu seiring dengan kasus hukum yang menimpa proyek ini.

Penghentian ini hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Negosiasi dan pengerjaan proyek baru dilanjutkan setelah persoalan hukumnya selesai.

Proyek pembangkit berkapasitas 2×300 mega watt tersebut saat ini telah ditandatangi atau letter of intent (loi) pada Januari lalu.

Target operasinya pada 2024 dengan nilai investasi US$900 juta. “Untuk sementara kami hentikan, sampai proses hukumnya berakhir,” ungkap Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir di Jakarta, Senin (16/7/2018).

Berdasarkan Letter of Intent (LoI), konsorsium akan memasukkan power purchase agreement (PPA) definitive dengan PLN usai dipenuhinya syarat dan ketentuan tertentu sebagaimana diatur dalam LoI.

Setelah diterimanya LoI, konsorsium akan membentuk perusahaan patungan untuk proyek Riau 1 demi menyelesaikan perjanjian offtake tetap jangka panjang dengan anak perusahaan BlackGold, PT Samantaka Batubara untuk memasok batubara ke proyek PLTU Riau I.

Adapun proyek PLTU Riau 1 tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus ini menyeret sejumlah anggota DPR RI yang diduga menerima commitmen fee sebesar 2,5 persen atas proyek tersebut. KPK juga telah menggeledar rumah Dirut PLN Sofyan Basir.

Sofyan meyampaikan bahwa masalah ini ada pada pihak konsorsium. Karena pada konsorsium makanya PLN tidak bisa berbuat sampai ke sana, karena itu tanggung jawab konsorsium.

PLN hanya bisa menghentikan pembangunan untuk sementara waktu.

Merespon masalah ini Serikat Pekerja PLN menduga ada korelasi keterlibatan Syofyan Basir dalam kasus tersebu, Diduga Dirut PLN memuluskan swasta dalam proyek PLN.

”Ini hanyalah puncak gunung es. Mudah-mudahan melalui KPK, PLN dapat diselamatkan,” tegas Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda.

Jumadis menambahkan bahwa SP PLN sudah banyak melihat ketidakwajaran yang terjadi di PLN. Mulai dari yang besar program 35.000 mega watt (MW) yang sangat berlebih diserahkan ke swasta dengan take or pay.

“Untuk ini kita malah sudah mendatangi KPK. Kita menghitung akan ada kerugian PLN Rp140 trilliun per tahun setelah selesai pembangunannya,” tutur Jumadis.

Terkait dengan penangkapan EMS dan juga penggeledahan di rumah Dirut PLN terkait dengan dugaan korupsi PLTU Riau I, Jumadis melihatnya bahwa ini memang harus di usut tuntas mengingat PLN saat ini kondisi keuangannya sangat terganggu.

Apalagi, ini terkait dengan program 35.000 MW dimana PLN harus take or pay ke depannya padahal saat ini kebutuhan akan listrik di Sumatera sudah oversupply.

“Dengan kasus ini saya melihat bisa menjadi pintu masuk KPK untuk melihat lebih dalam lagi kondisi semua proyek yang ada di PLN.”

“Walaupun kita harus melihat kedepan terkait dengan kebutuhan listrik, tapi harus di hitung secara benar terkait dengan pertumbuhan penggunaan listrik di sumatera,” kata Jumadis.

Sementara pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmi Radi, menduga ada kesalahan prosedur tender dalam pengadaan batubara yang mengundang pihak-pihak tertentu untuk mengamankannya proyek dimaksud.

“Ini harus diawasi oleh KPK agar tidak terjadi lagi pada proyek lainnya, apalagi proyek-proyek terkait dengan pembangkit 35 ribu MW,” pungkas Fahmi. (*)