Pemerintah Resmi Bebaskan Tarif Pungutan Ekspor CPO

Pasar ekspor minyak sawit Indonesia masih tumbuh 1,5 persen (yoy) walaupun diwarnai penuh masalah dan berbagai kampanye negatif dan masalah paling serius yakni rencana Uni Eropa untuk mengurangi impor sawit mulai 2021. : Wisesa/TROPIS.CO
Pasar ekspor minyak sawit Indonesia masih tumbuh 1,5 persen (yoy) walaupun diwarnai penuh masalah dan berbagai kampanye negatif dan masalah paling serius yakni rencana Uni Eropa untuk mengurangi impor sawit mulai 2021. Foto : Wisesa/TROPIS.CO

TROPIS.CO, JAKARTA – Pemerintah menerbitkan aturan baru pembebasan tarif pungutan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk mengantisipasi penurunan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar internasional.

Keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (5/12/2018), menyebutkan bahwa aturan baru pembebasan tarif ekspor sawit tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 yang merupakan perubahan dari PMK Nomor 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDP Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan, yang mulai berlaku efektif sejak 4 Desember 2018.

Beleid tersebut mengatur tarif pungutan ekspor kelapa sawit, minyak sawit mentah, dan produk turunannya.

Pemerintah memberikan tarif nol persen alias membebaskan tarif pungutan ekspor jika harga CPO internasional di bawah US$570 per ton.

Sementara itu, apabila harga CPO internasional US$570-619 per ton, tarif pungutan ekspor yang dikenakan 25 persen.

Sedangkan apabila harga CPO internasional di atas US$619 per ton, tarif yang dikenakan sebesar 50 persen.

Aturan sebelumnya, besaran tarif pungutan yang dikelola oleh BPDP-KS adalah US$50 per ton untuk CPO, US$30 per ton untuk produk turunan pertama dan US$20 untuk produk turunan kedua.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, pembebasan tarif pungutan ekspor diberikan apabila harga CPO internasional di bawah US$500 per ton.

Apabila harga CPO telah mencapai angka lebih dari US$500 per ton, maka tarif pungutan yang dikenakan sebesar US$25 per ton untuk CPO, US$10 per ton untuk produk turunan pertama dan US$5 per ton untuk produk turunan kedua.

Apabila harga CPO mencapai angka di atas US$549 per ton, maka tarif pungutan yang dikenakan kembali normal sesuai tarif pungutan awal yaitu US$50 per ton untuk CPO, US$30 per ton untuk produk turunan pertama dan US$20 untuk produk turunan kedua.

Menko Darmin pun menjelaskan perbedaan acuan harga CPO internasional tersebut.

“Nah itu ceritanya begini, kenapa jadi agak lambat keluarnya karena sebetulnya sumber yang kami pakai tadinya waktu rapat itu adalah harga bursa Malaysia.”

“Sementara di keuangan ingin peraturan itu dasarnya harus kementerian.”

“Nah yang kementerian itu yang punya Kemendag, itu datanya adalah data Rotterdam CIF dan Rotterdam itu secara rata rata lebih mahal US$70 dibandingkan dengan Malaysia itu,” ujarnya. (*)