KLHK Perkuat Konservasi Orangutan Batang Toru

Kelestarian satwa orangutan Sumatera jadi perhatian serius KLHK dalam pembangunan PLTA Batang Toru. Foto : Leuser Conservation Partnership
Kelestarian satwa orangutan Sumatera jadi perhatian serius KLHK dalam pembangunan PLTA Batang Toru. Foto : Leuser Conservation Partnership

TROPIS.CO, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) memperkuat konservasi habitat orangutan dan satwa liar lainnya karena keberadaannya menjadi perhatian utama KLHK.

“Kami sudah mengirimkan surat. Nanti hasilnya akan menjadi pedoman sejak pembangunan (PLTA), hingga beroperasi,” kata Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (20/9/2018).

Demikian pentingnya masalah itu, sehingga saat ini KLHK menempatkan satu tim yang terus memantau aktivitas orangutan di sana.

Tim monitoring itu difungsikan selama sebulan ini. Setiap hari mereka melakukan monitong di Batang Toru dan melapor langsung kepada Dirjen.

Hal serupa diharapkan dilakukan NSHE, membentuk tim pemantau orangutan yang bisa merespons secara cepat agar jika ada masalah orangutan, bisa langsung terdeteksi.

“Ada laporan harian yang bisa menjadi pedoman. Hal itu yang menjadi poin penting dalam revisi Amdal nanti,” kata Wiratno.

Pembangunan PLTA di Batang Toru ini, kata Wiratno, bisa menjadi contoh bahwa kelestarian bisa sejalan dengan pembangunan. Pembuktian itu nantinya bisa direplikasi untuk pembangunan PLTA di tempat lain di Indonesia.

“Kita punya 40 PLTA di seluruh di Indonesia. PLTA itu mensyaratkan hutan yang bagus.”

“Kalau hulunya rusak bagaimana airnya mengalir? PLTA dengan konservasi hutan itu sangat terkait, bahkan terkait langsung,” sebut Wiratno.

Saat ini, Rektor Universitas Sumatera Utara Runtung Sitepu bersama tim sedang berada di lokasi proyek PLTA Batang Toru.

Kunjungan ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman bersama USU, NSHE, dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, pada Senin (10/9/2018) lalu.

USU mengerahkan para ahlinya untuk membuat kajian dan langkah-langkah kolaborasi bersama masyarakat untuk mendorong pembangunan PLTA Batang Toru secara lestari.

Dampak positif

Sebelumnya Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sakti Hadengganan menyatakan, rencana pembangunan PLTA di Batang Toru bisa berdampak positif pada kesehatan Daerah Aliran Sungai (DAS) setempat.

PLTA tersebut tidak membangun bendungan skala besar. Artinya, kesinambungan pasokan air akan mengandalkan aliran sungai.

“PLTA punya kepentingan untuk menjaga DAS Batang Toru. Mereka membutuhkan pasokan air yang berkesinambungan,” ujar Sakti dalam lokakarya Pengelolaan Lanskap Batang Toru Secara Berkelanjutan di Bogor, Jumat (14/9/2018) silam.

DAS bukan hanya meliputi wilayah kiri dan kanan bantaran sungai.

DAS merupakan seluruh kesatuan wilayah daratan yang dibatasi pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air ke laut secara alami.

Untuk perbaikan hulu DAS yang masuk ke dalam kawasan hutan, pengembang PLTA Batang Toru bisa melakukannya dengan pendekatan “public private partnership”.

Sementara untuk lahan dengan status Areal Penggunaan Lain (APL) yang dimiliki masyarakat, bisa dilakukan dengan pendekatan imbal jasa lingkungan dengan pola-pola insentif dan pendampingan agar masyarakat melakukan budidaya agroforestry yang mendukung pengelolaan tata air.

“Agroforestry yang berhasil menyediakan ketersediaan air sepanjang tahun untuk kebutuhan PLTA dapat diberikan imbal jasa lingkungan. Model seperti ini sudah terlaksana di Cidanau, Banten,” ungkap Sakti.

Lantas Ketua Forum DAS Batang Toru Adriani Siahaan menjelaskan, sebagai wadah multipihak untuk mendorong pengelolaan DAS berkelanjutan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan rencana aksi untuk pemulihan DAS Batang Toru.

“Di antara rencana aksi yang disiapkan adalah pelibatan masyarakat dan mendorong pengelolaan kawasan budidaya berbasis DAS.”

“Untuk itu butuh penyuluhan dan pendampingan kepada masyarakat,” pungkas Adriani. (*)