Ketahanan Menghadapi Bencana Butuh Komitmen Politik

Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) Mahawan Karuniasa (kiri) dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja tampil dalam Talk Show Pojok Iklim yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto : KLHK
Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) Mahawan Karuniasa (kiri) dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja tampil dalam Talk Show Pojok Iklim yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto : KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Siapapun presiden yang akan terpilih , para kepala daerah yang akan memimpin, maupun para anggota legislatif yang akan duduk di parlemen, ancaman bencana yang dihadapi di Indonesia tidaklah berubah. Oleh karena itu komitmen politik baik tingkat nasional maupun subnasional diperlukan dalam rangka meningkatkan ketahanan terhadap bencana.

Hal tersebut disampaikan Mahawan Karuniasa, Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) dalam Talk Show Pojok Iklim yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (16/1/2019).

Kini jumlah bencana di Indonesia terus meningkat, terutama sejak tahun 2002 yang mencapai 143 kejadian dan melonjak menjadi 2.342 pada tahun 2016, atau meningkat lebih dari 16 kali lipat.

Bencana ini didominasi oleh bencana hidrometeorologis, yaitu banjir, angin putting beliung dan tanah longsor.

Bahkan di tahun 2018, diperkirakan 95% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologis.

Bencana di Indonesia tentu tidak terlepas dari variabilitas maupun perubahan iklim yang terjadi.

“Upaya peningkatan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, perlu menjadi prioritas perhatian para pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat,” tutur Mahawan.

Menurutnya, kesadaran pentingnya ketahanan maupun terbatasnya upaya peningkatan kapasitas ketahanan terhadap bencana masih menjadi tantangan.

Kerentanan terhadap bencana banjir dan tanah longsor sangat terkait dengan kebijakan tata ruang dan perencanaan pembangunan serta implementasinya.

“Oleh sebab itu kapasitas institusi untuk mampu menghasilkan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang memperhatikan isu kebencanaan perlu menjadi prioritas dalam peningkatan kapasitas,” ungkap Mahawan.

Dalam COP 24 di Kota Katowice, Polandia, selain fokus pada pedoman implementasi komitmen para pihak, isu peningkatan kapasitas terutama negara berkembang juga menjadi isu strategis yang dikelola oleh Paris Committee on Capacity Building (PCCB).

“Pada tahun 2019, isu peningkatan kapasitas pada COP 25 akan fokus pada kapasitas implementasi pencapaian komitmen para pihak negara berkembang,” pungkasnya. (jos)