Karliansyah Ingatkan Sanksi Hukum Terhadap Industri di Bantaran Citarum

pengendalian pencemaran sungai Citarum, Situ Cisanti kabupaten Bandung
Hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti kabupaten Bandung

TROPIS.CO, JAKARTA – Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Karliansyah, mengingatkan kembali pentingnya keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL) kepada industri di sekitar Sungai Citarum.

Batas waktu tiga bulan yang ditoleransi oleh Presiden Joko Widodo kini sudah berjalan dua minggu. Artinya terhadap industri yang tidak memiliki IPAL sudah harus mengambil sikap atau langkah yang jelas.

“Tentu untuk membangun IPAL dalam kurun waktu tiga bulan, mungkin terlampau singkat, karenanya saya sarankan untuk bekerja sama dengan industri yang sudah memiliki IPAL, namun masih under capacity,” kata Karliansyah saat menerima Tim Majalah Ekonomi dan Lingkungan TROPIS dan TROPIS.CO di Jakarta, Rabu (16/5/2018).

Karliansyah meyakini dari IPAL yang dimiliki sebagian kecil industri di kawasan Sungai Citarum, masih ada yang belum dimanfaatkan optimal karena produksi air limbahnya memang di bawah kapasitas IPAL yang ada.

“Nah, agar bisa optimal dibangun kerja sama business to business sesama industri,” lanjut Karliansyah.

Tidak ada alternatif lain kecuali membangun kerja sama, agar mereka yang tidak memiliki IPAL terhindar dari sanksi hukum, seperti yang telah ditegaskan Presiden, bila dalam masa tiga bulan ke depan (sejak 3 Mei 2018), mereka tidak memiliki IPAL dan membuang limbah industrinya ke Sungai Citarum, maka terhadap mereka segera dikenakan sanksi hukum.

Bagaimana tidak, untuk membangun IPAL tentu tak cukup waktu hanya tiga bulan. Lagi pula untuk mendapatkan areal di sekitar kawasan Citarum sebagai lokasi IPAL sangat tidak mudah.

“Lahan yang dibutuhkan paling tidak 2 hingga 3 hektare, dan tidak mudah mendapatkan lahan seluas itu,” jelas Karliansyah lagi.

Dikatakan Karliansyah dalam melaksanakan perintah dan komitmen Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah menginstruksikan Dirjen Gakkum untuk ikut memantau pelaksaan di lapangan, sejauh mana keseriusan industri untuk melaksanakan perintah Presiden tersebut.

Di bantaran Sungai Citarum, sepanjang 269 km dari belahan Bandung Selatan hingga Bekasi, terinventarisasi ada sekitar 4.800 industri. Hanya sebagian kecil yang memiliki IPAL karena sebagian besar dari industri itu berupa industri rumah tangga.

Kendati demikian, saat dilakukan survei terhadap 35 industri, sebagai sampel dari 113 industri menengah dan besar yang ada di zone Majalaya, Bandung Selatan, terbukti hanya 11 industri yang memiliki IPAL sesuai standar baku mutu.

Lainnya ada yang memiliki IPAL tetapi tidak sesuai standar, dan ada yang tidak memiliki IPAL, dan sudah dipastikan mereka membuang air limbahnya ke Sungai Citarum hingga mengakibatkan Citarum tercemar berat.

Ditambahkan oleh Direktur Pengendalian Pencemaran Air, Budi Kurniawan, dari tujuh titik, saat ini masih ada lima titik dengan cemaran berat.

Sementara masih banyak masyarakat yang menjadikan Sungai Citarum sebagai sumber air minum dari air permukaan.

Air limbah yang dibuang ke Citarum umumnya berupa limbah industri tekstil. (*)