Indonesia Tekankan Pentingnya Program Kerja dalam Perjanjian Paris

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia tekankan pentingnya Modalitas prosedur dan panduan – MPG  (Modalities, Procedure, Guidelines) sebagai dasar dalam melaksanakan  National Determined Contribution di masing masing negara.

Nur Masripatin, Ketua delagasi Indonesia pada pertemuan Bonn Climete Change Confrence (BCCC) di Bonn  Jerman,  mengatakan MPG merupakan bagian dari program  Kerja Perjanjian Paris dalam menyongsong COP 24 di Kotawice, Polandia, Nopember mendatang

BACA JUGA: Kartubi Sarankan PT Timah Pakai Energi Yang Bersih

“Implementasi Perjanjian Paris mendorong transformasi dari pendekatan pembangunan masa lalu dan saat ini, ke jalur pembangunan rendah emisi, dan pertumbuhan yang berbasis ketahanan iklim,” kata Nur Masripatin.

Perjalanan ini, kata Nur,  mempengaruhi semua aspek ekonomi, sosial dan tata kelola di masing-masing negara.

Dalam hal ini,  lanjutnya, prinsip Common But Differentiated Responsibility dan keadilan harus tetap dijaga dalam operasionalisasi Perjanjian Paris.

Nur Masripatin juga menyatakan bahwa Indonesia siap bekerja sama secara konstruktif dengan semua negara anggota UNFCCC.

“Kami memiliki harapan yang tinggi di Bonn untuk menghasilkan teks, yang mencakup semua hal yang tercantum di dalam PAWP, yang dapat menjadi dasar negosiasi, untuk mencapai hasil yang seimbang di Katowice”, lanjutnya.

Selain itu, Nur Masripatin juga menyampaikan pentingnya transparansi framework untuk memantau kemajuan bersama melalui Global StockTake, dan dalam memfasilitasi dan mempromosikan pencapaian Perjanjian Paris.

“Pengembangan kapasitas, teknologi dan dukungan pendanaan adalah suatu keharusan untuk membantu negara-negara berkembang dalam tahap apa pun untuk maju menuju tingkat kapasitas yang diperlukan untuk menerapkan peningkatan transparansi framework”, tuturnya mewakili negara Indonesia.

Menurut Nur Masripatin, penekanan pentingnya MPG tersebut sejalan dengan aksi perubahan iklim di Indonesia, seperti pembatasan ijin baru pembukaan hutan, pelaksanaan Reduce Impact Logging Carbon (RILC) di konsesi hutan alam, pengembangan tenaga angin di Sidrap Sulsel, serta pemotongan penggunaan premium yang lebih rendah oktannya dan tinggi emisinya.

Dalam kesempatan tersebut, Nur Masripatin juga menjelaskan bahwa Indonesia akan terus mendata seluruh aksi perubahan iklim melalui Sistem Registri Nasional (SRN), dan melakukan pembahasan lebih lanjut dalam Talanoa Dialoq mendatang.

Bonn Climate Change Conference (BCCC) dihadiri oleh 197 negara termasuk Delegasi Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dr. Nur Masripatin selaku National Focal Point dengan jumlah anggota 57 perwakilan dari 12 kementerian dan lembaga. Kegiatan negosiasi ini akan berlangsung hingga 10 Mei mendatang.

Selain agenda persidangan, delegasi Indonesia juga menghadiri berbagai koordinasi isu bagi negara berkembang atau Group 77 dan Cina. Sementara tim KLHK juga mengikuti pembahasan Transparancy Framework, yang terkait dengan pengukuran, monitoring dan verifikasi pencapaian pelaksanaan NDC.