Hilirisasi Guna Atasi Turunnya Harga CPO

Terjadi over supply tandan buah segar dan crude palm oil (CPO) sehingga harganya tergerus turun di tahun 2018. Foto : Jos/tropis.co
Terjadi over supply tandan buah segar dan crude palm oil (CPO) sehingga harganya tergerus turun di tahun 2018. Foto : Jos/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Guna mengantisipasi harga crude palm oil (CPO) yang terus tergerus turun, maka industri sawit Indonesia mesti melakukan hilirisasi.

Pandangan itu disampaikan Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS Anang Noegroho Setyo Moeljono dalam Pertemuan Konsultasi Implementasi Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) dengan Pemerintah Daerah Provinsi Penghasil Kelapa Sawit di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Menurut Anang, berdasarkan hasil analisa Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) harga hampir semua komoditas pertanian di pasar dunia dalam 50 tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata satu persen per tahun, meski dalam kurun waktu tertentu harganya bisa naik.

Situasi ini juga berlaku dengan komoditas kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2018 ini, terjadi over supply sehingga tandan buah segar  (TBS) dan crude palm oil (CPO) sehingga harganya tergerus turun.

Harga TBS di tingkat petani saat ini di kisaran Rp1.100/kg untuk petani plasma (yang bermitra dengan perusahaan) dan Rp600/kg untuk petani swadaya.

Harga itu tentu jauh dari harga acuan TBS yang ditetapkan pemerintah daerah setiap provinsi di kisaran Rp1.200 – Rp1.400/kg.

Bahkan dari laporan petani, ada TBS yang bahkan dibeli dengan harga Rp500/kg, sedangkan harga CPO telah menyentuh US$420/ton.

Kondisi industri sawit di Tanah Air juga kian babak belur akibat kampanye negatif soal deforestasi dan lingkungan yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat tertentu. Akibatnya, produk kelapa sawit Indonesia mengalami penolakan di pasar Eropa.

“Oleh sebab itu, mau atau tidak mau, kita harus melakukan hilirisasi,” tutur Anang.

Tentu saja, menurutnya, industri sawit Indonesia dalam prosesnya mesti menggunakan platform global, Sustainable Development Goals (SDGs).

“Sehingga hal ini bisa jadi bekal buat kita dalam diplomasi kebijakan  dan perdagangan guna mempertahankan produk kita secara lebih baik,” pungkas Anang. (jos)