Kebijakan Negara Importir Mulai Pengaruhi Kinerja Ekspor Sawit Indonesia

Dananggapki CPO impor India Eropa
Ekspor produk sawit kuartal pertama tahun ini turun,kata Danang.

 

TROPIS.CO,JAKARTA- Berbagai kebijakan tentang tarif bea masuk oleh sejumlah negara importir telah menurunkan  ekspor minyak sawit dan produk  turunannya pada kuartal pertama  tahun ini.

Danang Girindrawardana, Eksekutif  Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit  Indonesia (Gapki),pekan ini mengatakan, Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia berikut produk turunannya,  termasuk biodiesel dan oleochemical,  kuartal  pertama  tahun ini, turun sekitar 2 %, dari 8,02 juta ton priode yang sama  tahun lalu, tahun ini hanya 7,84 juta ton

Khusus minyak sawit mentah dan turunannya, tidak  termasuk  biodesel dan oleochemical, kata dia,  turun 3%  dari 7,73 juta ton menjadi 7,5 juta ton di kwartal pertama tahun ini.

” Rencana  resolusi Parlemen  Eropa yang akan melarang penggunaan  CPO sebagai bahan baku biodesel, dampaknya mulai  terasa pada kuartal pertama tahun ini,”ujar Danang.

Faktor lain, lanjutnya, India  menaikkan bea masuk impor minyak nabati, Amerika Serikat melancarkan tuduhan antidumping biodiesel dan China memperketat pengawasan terhadap minyak nabati yang diimpor.

Pemerintah  India  pada awal Maret kemarin, telah menerbitkan kebijakan menaikan pajak impor minyak nabatinya demi melindungi petani minyak nabati mereka. Crude Palm Oil (CPO) dikenakan pajak  impor 44% padahal sebelumnya hanya 30%. Begitu juga dengan refined palm oil  dinaikan menjadi 54% dari semula 40%.

Kebijakan India yang menaikkan pajak impor minyak nabati, menyebabkan ekspor minyak sawit Indonesia ke India tergerus 33,44 ribu ton atau turun sekitar 8% pada Maret 2018 dibandingkan bulan sebelumnya, atau dari 442,09 ribu ton di Februari turun menjadi 408,65 ribu ton di Maret.

Khsusus sepanjang Maret kemarin, walau di sejumlah pasar  tradisional, seperti Uni Eropa, China dan Amerika Serikat, mencatat kenaikan cukup besar dalam kisaran  11%  hingga 38%, namun disejumlah  negara lain, seperti  Bangladesh dan negara Timur  Tengah, turunnya  bagai jatuh  dari ketinggian.

Bangladesh misalnya  turun mencapai  59%, negara di Timur  Tengah  mencapai 30%. Hanya Pakistan yang turun tipis,  0,5 %.  Namun yang cukup mengembirakan, sejumlah pasar baru di negara  Afrika mulai menunjukan indikasi positif. “Pasar baru negara Afrika juga ikut membukukan kenaikan impor sebesar 38%,”ujar Danang  lagi.

Secara keseluruhan,  pada posisi akhir Maret kemarin, walau ada kenaikan namun tidaklah signifikan, hanya sekitar 1%. Bila tidak termasuk biodesel dan oleochemical,  sepanjang Maret volume ekspor sawit Indonesia  hanya mampu mencapai 2,4 juta ton.  ” Hanya terkerek  33,86 ribu ton ketimbang  Februari,”tambah Danang lagi.

Di sisi lain, kinerja produksi minyak sawit Indonesia pada kuartal I 2018 naik mencapai 24%  ketimban kuartal yang sama tahun kemarin,  dari  8,4 juta ton menjadi  10,41 juta ton.

Produksi yang meningkat cukup signifikan ini disebabkan pada kuartal I 2017  masih masa pemulihan dari kekeringan yang dialami pada tahun 2015, selain itu,  pada tahun ini, luasan tanaman yang menghasilkan mulai bertambah sehingga produksi meningkat meskipun banyak perkebunan yang melaksanakan peremajaan kebunnya.

Soal  harga CPO,  menurut  Danang, Sepanjang  Maret cenderung membaik dengan  peningkatan rata rata  naik  US 13,1 dolar permetrik ton, ketimbang Februari.  Bila  Februari  harga rata rata  US663,1/metrik ton, Maret sempat menembus  US 695 dolar, walau  rata rata hanya US 676,2 dolar/metrik ton.