1.800 Unit Bubu Lipat untuk 18 Nelayan Betahwalang.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyerahka sebanyak 1800 unit bubu lipat untuk nelayan Demak.

TROPIS.CO – DEMAK–Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) memberikan bantuan alat tangkap ikan ramah lingkungan kepada nelayan di Demak, Jawa Tengah. Bantuan tersebut berupa bubu lipat tipe kotak sebanyak 1.800 unit yang diperuntukan bagi 18 nelayan dari KUB Jolo Sutro (100 unit per orang) Desa Betahwalang, Jawa Tengah.

Bantuan ini diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja bersama Bupati Kabupaten Demak HM Nasir, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Lalu M Syafriadi, dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak Hari Adi Soesilo di Balai Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

Sjarief menjelaskan bahwa bantuan kepada nelayan ini merupakan komitmen pemerintah untuk menjadikan laut sebagai garda depan dan masa depan bangsa dengan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga sumber daya ikan agar tetap lestari dan berkelanjutan.

Agar sumber daya ikan tetap lestari, pemerintah tak henti-hentinya mengajak nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Begitu pula dengan hasil laut utama Kabupaten Demak yang berupa rajungan.

“Agar rajungan tetap ada hingga anak cucu kita kelak, maka perlu dikelola dengan baik dengan tidak menangkap rajungan di bawah ukuran minimum dan bertelur,” ujarnya melalui keterangannya saat menyerahkan bantuan tersebut pada akhir pekan kemarin.

Dia juga mengatakan bahwa di Desa ini terdapat 670 unit kapal yang melakukan penangkapan rajungan. Harga rajungan yang dijual dengan menggunakan bubu di Desa Betahwalang ini bisa mencapai 75-90 ribu rupiah per kilo gram (kg).

Keunikan lain dari Desa Betahwalang ini adalah mereka dapat membuat bubu lipat tipe kotaknya sendiri. Bahkan mereka saat ini sedang bekerja sama dengan mahasiswa dari Universitas Diponegoro untuk pendataan hasil tangkapan serta membentuk daerah konservasi untuk keberlanjutan rajungan.

DJPT KKP telah membuat peraturan tentang rencana pengelolaan rajungan yang berkelanjutan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 70/KEPMEN-KP/2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Rajungan di Wilyah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Dalam Keputusan Tersebut, nelayan diminta untuk melakukan prinsip prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM). Pendekatan ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumber daya ikan, dan lain-lain) dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, manusia, dan interaksinya dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, konprehensif, dan berkelanjutan.

Lebih lanjut Sjarief mengatakan, potensi perikanan rajungan di WPPNRI 712 (perairan Laut Jawa) paling besar di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-KP/2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI mencapai 23.508 ton/tahun.

Rajungan merupakan salah satu komoditi perikanan yang bernilai ekonomis tinggi, karena komoditi ini sangat diminati oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Data statistik KKP menyebutkan rajungan berada dalam urutan ketiga komoditas ekspor produk perikanan setelah udang dan tuna/cakalang. “Jumlahnya sekarang sudah banyak, saya harap nelayan bisa memanfaatkan ini dengan melakukan aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan,” pungkas Sjarief.